Di jemput Nasi
pecel
Malam kian larut, embun pagi mulai
membasahi bumi mengendap di dedaunan hingga menetes dari dedaunan jatuh ke
bawah dan tanpa ada yang mengerakkan air embun yang telah mengendap di dedaunan
itu jatuh mengenai seorang santri yang tidur di pelataran gotakan (kamar) di
karnakan di dalam kamar sudah penuh oleh santri yang lain sehingga ia tidur di
emperan depan kamarnya dengan keadaan hati yang ikhlas dan tak lupa sebelum
mengkejamkan matanya santri itu berdoa, dalam salah doanya sebelum tidur ia
meminta kepada yang menguasai dan pemilik kegelapan agar ia di bangunkan ketika
di penghujung malam untuk menyempurnakan ibadah Sunnahnya, untuk sementara itu
yang di yakini oleh santri itu bahwa semua kegiatan ibadah Sunnah tidak akan lengkap(kurang
afdhol) bila tidak di lengkapi ibadah malam, ya itulah yang santri itu yakini
untuk sementara waktu, sampai akhirnya pada waktu yang ia telah sepakati dengan
tuhannya dalam doa nya untuk di bangunkan di penghujung malam,karna kalua di
sepertiga atau seperempat malam masih lamanya subuhnya kalua di penghujung
malam ibadah sebentar sudah subuh lagi-lagi itu juga yang di yakini oleh santri
ini untuk sementara waktu, namun ketika bangun santi ini mengdengar dengkuran
dari perutnya yang menandakan betapa mendalam laparnya perut santri itu namun
semua itu tidak di hiraukannya demi menghadap penciptaNya.
Layaknya seorang santri yang tidak begitu ngalim dalam
beribadah,santri ini pun demikian ketika selesai mengerjakan sholat Sunnah
beberapa rokaat ia melanjutkan dengan wiridan hariannya yang telah ia lampui
semenjak menginjakkan kaki di pesantren dan resmi menjadi santri hingga malam
ini,dalam keheningan malam hanya ada suara beberapa suara yang terdengar
ketelinganya dan pada saat bersamaan ketika bibirnya tak hentinya mengucap
dzikir namun hatinya mengabsen suara-suara yang di tangkap oleh telinganya,
“owh ini suara anak yang mengambil air wudlu, Astaghfirullahaladhim,,,” hati
dan bibirnya berucap bersamaan, begitu seterusnya dan seterusnya lalu “owh kalau
ini pecel,Astaghfirullah,,,”lagi-lagi bibir dan hati berucap bersamaan
namun kali ini bibirnya terhenti beberapa saat dan di gantikan otaknya yang
mencerca “nek iki pecel” Astaghfirullah,,,, kembali bibir santri itu
mengambil alih keadaan, dan seterusnya sampai adzan subuh berkumandang.
Setelah
mengerjakan sholat subuh berjamaah bayang bayang nasi pecel masih mengendap
dalam benaknya, mengepul nan masih hangat aroma sambal kacang khas sambelnya,sambil
terus mengerjakan aktifitas ibadahnya santri itu tidak menghiraukan aroma khas
sambelnya yang di taburi aneka sayuran mulai camba kemangi dan kangkung yang
menjadi ciri khas dari pecel itu sendiri, semua itu ia biarkan berlalu dalam
benaknya yang terus menggoda untuk segera lari membelinya atau hanya sekedar
mencium aromanya hmmmm,,,,,
Namun santri itu tetap pada pendiriannya yaitu menyelesaikan
apa yang telah ia mulai dengan cara istiqomah karna ia yakin apa yang telah di
ajarkan para guru gurunya dan kiainya patut untuk di amalkan, “jangankan aroma
nasi pecel,tsunami datang aq takkan meninggalkan apa yang telah aku istiqomahkan
hingga hari ini” santri itu berbicara dengan hatinya sendiri untu mensugesti
agar jiwanya tidak kendor dengan bisikan nafsu dan godaan nafsu lainnya(karna
santri itu masih membawa keyakinan, syetan tidak menggoda kita namun kita yang
tergoda dengan syetan karna liarnya nafsu yang tak terkendali) namun godaan
serta bisikan juga rayuan nafsu hampir memporak-porandakan ketahanannya selama
ini dengan datangnya suara berisik yang muncul dari perutnya,entah berapa jam
santri itu tidak makan sesuatu hingga bunyi perutnya begitu nyaring terdengar
oleh indra tubuhnya yang lain,namun jiwanya semangatnya terus berkobar dalam
kegamanganya itu ia teringat maqolah “istiqomah iku lueh becik dari seribu
karomah,yen siro wes biso istiqomah kuatno atimu njaluk nang pengeran e jagad
yen di kuatno atimu” suara itu begitu jelas mengema ketika godaan serta
bisikan nafsu semakin melemahkan raganya dan ketika semua usaha istiqomahnya hamper
selesai santri yang lain tiba-tiba
mengahampiri “kang ono sego pecel ndok gota’an kanggo kowe” sepintas semrawut
jiwanya ingin meloncat bahagia “HUUUUAAAAAA INILAH PERTOLONGAN ALLAH”bathinnya
begitu bahagia atas kabar demikian,semalaman hanya duduk bertafakhur dan sangat
ingin sego pecel namun akhirnya esoknya Allah mengirimkanya ”yo sek sedilut
maneh” namun kalimat itulah yang terucap dari lidahnya karna ia tak mau
menunjukan expresi bahagia karna keinginannya pada sego pecel di turuti Gusti
Allah,malah nanti di kira wong kesambet.
Santri lain yang memanggilnya mengajak sampai 3 kali namun
santri itu tetap bergeming dalam tafakhurnya seolah tak tahu akan hadirnya santri
yang lain dan kedatangan nasi pecel yang telah di idam-idamkan itu “ya wes lho
selak gak enak,,,”kata santri yang memangilnya sambil beranjak pergi dari
tempat bertafakhurnya santri itu, “nek gak enak brarti ono tumpang e iki”
tanpa berdiskusi dengan jiwanya, raganya lansung berdiri dan beranjak
meninggalkan tempat istiqomahnya ”nek kiriman teko gusti Allah yow kudu
lhang di disekno” bisikan nafsu pun mengiringi langkah menuju sego pecel
yang telah menjemputnya.
No comments:
Post a Comment