Wednesday, 9 January 2019

CERPEN : DI JEMPUT NASI PECEL


Di jemput Nasi pecel
          Malam kian larut, embun pagi mulai membasahi bumi mengendap di dedaunan hingga menetes dari dedaunan jatuh ke bawah dan tanpa ada yang mengerakkan air embun yang telah mengendap di dedaunan itu jatuh mengenai seorang santri yang tidur di pelataran gotakan (kamar) di karnakan di dalam kamar sudah penuh oleh santri yang lain sehingga ia tidur di emperan depan kamarnya dengan keadaan hati yang ikhlas dan tak lupa sebelum mengkejamkan matanya santri itu berdoa, dalam salah doanya sebelum tidur ia meminta kepada yang menguasai dan pemilik kegelapan agar ia di bangunkan ketika di penghujung malam untuk menyempurnakan ibadah Sunnahnya, untuk sementara itu yang di yakini oleh santri itu bahwa semua kegiatan ibadah Sunnah tidak akan lengkap(kurang afdhol) bila tidak di lengkapi ibadah malam, ya itulah yang santri itu yakini untuk sementara waktu, sampai akhirnya pada waktu yang ia telah sepakati dengan tuhannya dalam doa nya untuk di bangunkan di penghujung malam,karna kalua di sepertiga atau seperempat malam masih lamanya subuhnya kalua di penghujung malam ibadah sebentar sudah subuh lagi-lagi itu juga yang di yakini oleh santri ini untuk sementara waktu, namun ketika bangun santi ini mengdengar dengkuran dari perutnya yang menandakan betapa mendalam laparnya perut santri itu namun semua itu tidak di hiraukannya demi menghadap penciptaNya.
Layaknya seorang santri yang tidak begitu ngalim dalam beribadah,santri ini pun demikian ketika selesai mengerjakan sholat Sunnah beberapa rokaat ia melanjutkan dengan wiridan hariannya yang telah ia lampui semenjak menginjakkan kaki di pesantren dan resmi menjadi santri hingga malam ini,dalam keheningan malam hanya ada suara beberapa suara yang terdengar ketelinganya dan pada saat bersamaan ketika bibirnya tak hentinya mengucap dzikir namun hatinya mengabsen suara-suara yang di tangkap oleh telinganya, “owh ini suara anak yang mengambil air wudlu, Astaghfirullahaladhim,,,” hati dan bibirnya berucap bersamaan, begitu seterusnya dan seterusnya lalu “owh kalau ini pecel,Astaghfirullah,,,”lagi-lagi bibir dan hati berucap bersamaan namun kali ini bibirnya terhenti beberapa saat dan di gantikan otaknya yang mencerca “nek iki pecel” Astaghfirullah,,,, kembali bibir santri itu mengambil alih keadaan, dan seterusnya sampai adzan subuh berkumandang. 
           Setelah mengerjakan sholat subuh berjamaah bayang bayang nasi pecel masih mengendap dalam benaknya, mengepul nan masih hangat aroma sambal kacang khas sambelnya,sambil terus mengerjakan aktifitas ibadahnya santri itu tidak menghiraukan aroma khas sambelnya yang di taburi aneka sayuran mulai camba kemangi dan kangkung yang menjadi ciri khas dari pecel itu sendiri, semua itu ia biarkan berlalu dalam benaknya yang terus menggoda untuk segera lari membelinya atau hanya sekedar mencium aromanya hmmmm,,,,,
Namun santri itu tetap pada pendiriannya yaitu menyelesaikan apa yang telah ia mulai dengan cara istiqomah karna ia yakin apa yang telah di ajarkan para guru gurunya dan kiainya patut untuk di amalkan, “jangankan aroma nasi pecel,tsunami datang aq takkan meninggalkan apa yang telah aku istiqomahkan hingga hari ini” santri itu berbicara dengan hatinya sendiri untu mensugesti agar jiwanya tidak kendor dengan bisikan nafsu dan godaan nafsu lainnya(karna santri itu masih membawa keyakinan, syetan tidak menggoda kita namun kita yang tergoda dengan syetan karna liarnya nafsu yang tak terkendali) namun godaan serta bisikan juga rayuan nafsu hampir memporak-porandakan ketahanannya selama ini dengan datangnya suara berisik yang muncul dari perutnya,entah berapa jam santri itu tidak makan sesuatu hingga bunyi perutnya begitu nyaring terdengar oleh indra tubuhnya yang lain,namun jiwanya semangatnya terus berkobar dalam kegamanganya itu ia teringat maqolah “istiqomah iku lueh becik dari seribu karomah,yen siro wes biso istiqomah kuatno atimu njaluk nang pengeran e jagad yen di kuatno atimu” suara itu begitu jelas mengema ketika godaan serta bisikan nafsu semakin melemahkan raganya dan ketika semua usaha istiqomahnya hamper selesai santri yang lain  tiba-tiba mengahampiri “kang ono sego pecel ndok gota’an kanggo kowe” sepintas semrawut jiwanya ingin meloncat bahagia “HUUUUAAAAAA INILAH PERTOLONGAN ALLAH”bathinnya begitu bahagia atas kabar demikian,semalaman hanya duduk bertafakhur dan sangat ingin sego pecel namun akhirnya esoknya Allah mengirimkanya ”yo sek sedilut maneh” namun kalimat itulah yang terucap dari lidahnya karna ia tak mau menunjukan expresi bahagia karna keinginannya pada sego pecel di turuti Gusti Allah,malah nanti di kira wong kesambet.
Santri lain yang memanggilnya mengajak sampai 3 kali namun santri itu tetap bergeming dalam tafakhurnya seolah tak tahu akan hadirnya santri yang lain dan kedatangan nasi pecel yang telah di idam-idamkan itu “ya wes lho selak gak enak,,,”kata santri yang memangilnya sambil beranjak pergi dari tempat bertafakhurnya santri itu, “nek gak enak brarti ono tumpang e iki” tanpa berdiskusi dengan jiwanya, raganya lansung berdiri dan beranjak meninggalkan tempat istiqomahnya ”nek kiriman teko gusti Allah yow kudu lhang di disekno” bisikan nafsu pun mengiringi langkah menuju sego pecel yang telah menjemputnya.                  

No comments:

Post a Comment