Di sebuah desa kecil yang tenang, hiduplah seorang pemuda bernama Aras. Aras dikenal sebagai pemuda sederhana yang gemar membantu warga desa. Meski begitu, satu hal yang sering menjadi perbincangan adalah kebiasaannya yang unik: Aras selalu terlihat termenung, seolah-olah tenggelam dalam pikirannya sendiri.
“Aras arasen mikir lagi tuh,” kata Pak Danu sambil menunjuk Aras yang duduk di bawah pohon beringin besar di tengah desa.
“Pasti dia lagi mikirin sesuatu yang berat,” sahut Bu Narti sambil tertawa kecil.
Sebenarnya, bukan karena Aras suka membuang waktu. Ia memang tipe pemuda yang selalu merenungkan segala sesuatu. Bahkan untuk hal-hal kecil seperti menentukan menu makan siang, Aras bisa duduk berjam-jam mempertimbangkannya.
Suatu hari, desa tempat Aras tinggal dilanda masalah besar. Sungai yang menjadi sumber air utama tiba-tiba surut, membuat warga kebingungan. Mereka mencoba berbagai cara untuk mencari sumber air baru, tetapi selalu gagal.
“Kita harus segera menemukan solusi. Kalau tidak, panen kita akan gagal,” ujar Kepala Desa dengan nada khawatir.
Warga berkumpul di balai desa untuk berdiskusi. Aras duduk di pojok ruangan, seperti biasa, dengan ekspresi termenung. Orang-orang mengira ia hanya melamun.
“Aras, kamu mikirin apa? Kalau nggak mau bantu, lebih baik pulang saja,” sindir salah satu warga.
Namun, Aras tidak menjawab. Ia tetap diam, memikirkan sesuatu yang tampaknya sangat penting. Setelah semua orang kehabisan ide, Aras tiba-tiba berdiri.
“Saya punya usul,” katanya dengan suara pelan tapi penuh keyakinan.
Semua mata tertuju padanya. Ini pertama kalinya Aras berbicara di tengah kerumunan.
“Sungai kita mungkin surut karena ada penyumbatan di hulu. Saya pernah mendengar cerita dari almarhum kakek saya bahwa ada gua tersembunyi di balik bukit. Mungkin itu sumber air yang kita cari,” jelas Aras.
Awalnya, warga meragukan idenya. Namun, karena tidak ada pilihan lain, mereka memutuskan untuk mencoba. Dengan bantuan beberapa pemuda desa, Aras memimpin perjalanan menuju bukit. Mereka menyusuri jalan setapak yang hampir tertutup semak belukar. Setelah beberapa jam, mereka menemukan gua yang dimaksud.
Benar saja, di dalam gua itu mengalir mata air yang jernih. Dengan bantuan peralatan sederhana, warga berhasil mengalirkan air dari mata air itu ke desa.
Warga bersorak gembira. Kepala Desa memuji Aras atas idenya yang brilian.
“Lain kali, jangan remehkan orang yang suka mikir. Ternyata hasil mikirnya bisa menyelamatkan kita semua,” kata Kepala Desa sambil menepuk pundak Aras.
Sejak saat itu, warga desa tidak lagi menertawakan kebiasaan Aras. Mereka justru belajar bahwa merenung dan berpikir sebelum bertindak adalah hal yang penting.
Dan Aras? Ia tetap sama seperti dulu, sering termenung di bawah pohon beringin. Namun kini, orang-orang tahu bahwa di balik pikirannya yang diam, tersimpan ide-ide besar yang bisa mengubah segalanya.
**Tamat**
No comments:
Post a Comment