Suara sepatu yang beradu dengan lantai kayu itu memantul di lorong panjang yang sunyi. Mo menghentikan langkahnya, menatap lantai yang terlihat bersih namun tampak menyimpan rahasia. Rumah tua ini baru saja ia beli dengan harga yang sangat murah, terlalu murah untuk ukuran bangunan sebesar ini.
Ia berjongkok, memerhatikan pola lantai kayu itu. Ada sesuatu yang aneh, salah satu papan lantai terlihat lebih gelap dibandingkan yang lain. Mo mengetuknya pelan, bunyinya berbeda—seperti ada ruang kosong di bawahnya.
Penasaran, ia mencari alat di gudang belakang. Dengan linggis kecil yang ditemukan di sana, ia mengungkit papan lantai tersebut. Setelah beberapa kali mencoba, papan itu akhirnya terlepas, mengungkapkan lubang gelap di bawahnya.
Ada sebuah peti kecil di dalamnya, terbuat dari kayu tua dengan kunci yang berkarat. Mo mengangkat peti itu ke atas lantai, mengusap permukaannya yang penuh debu. Dengan susah payah, ia membuka kunci yang sudah rapuh itu menggunakan pisau dapur.
Ketika tutup peti terbuka, aroma yang aneh langsung menyeruak ke udara. Di dalamnya ada benda-benda yang membuat Mo tertegun: beberapa foto hitam-putih, sebuah boneka kecil dari kain yang sudah lusuh, dan sehelai surat yang sudah menguning.
Dengan hati-hati, Mo membuka surat itu. Tulisan tangan yang rapi namun bergetar menghiasi halaman tersebut. Surat itu berisi permintaan maaf dari seseorang bernama Ulok, ditujukan kepada seorang bernama Ibu Ara.
_"Ibu, maafkan aku atas semua yang telah terjadi. Aku tidak tahu harus bagaimana lagi. Aku hanya ingin melindungi adikku dari mereka. Jika kau menemukan ini, tolong jaga dia. Aku akan selalu menyayangi kalian."_
Mo merasakan bulu kuduknya meremang. Siapa Ulok ? Apa yang telah terjadi di rumah ini?
Sebelum ia sempat merenung lebih jauh, suara langkah kaki terdengar dari lantai atas. Mo mendongak dengan panik. Tidak ada orang lain di rumah ini, setidaknya seharusnya begitu.
Dengan langkah hati-hati, Mo naik ke lantai dua. Suara itu terus terdengar, seperti seseorang sedang berjalan bolak-balik di salah satu kamar. Ketika ia membuka pintu kamar tersebut, ruangan itu kosong. Namun, lantainya terlihat basah, seperti seseorang baru saja melangkah dengan kaki yang penuh lumpur.
Mo mundur perlahan, tetapi langkahnya berhenti ketika mendengar suara lembut memanggil dari belakangnya.
_"Kau menemukannya, kan?"_
Mo berbalik, dan di sana berdiri seorang perempuan muda dengan wajah pucat. Matanya penuh dengan kesedihan. "Tolong jaga dia," ucap perempuan itu sebelum perlahan menghilang seperti kabut yang tertiup angin.
Mo terpaku di tempatnya, tubuhnya gemetar. Ia tahu rumah ini menyimpan rahasia, tapi ia tidak menyangka rahasia itu akan melibatkan dirinya. Kini, Tia merasa ada tanggung jawab yang harus ia selesaikan—menemukan siapa yang dimaksud oleh Ulok, dan apa yang sebenarnya terjadi di rumah ini.
Namun, satu hal yang ia sadari pasti: lantai kayu ini bukan sekadar pijakan, melainkan saksi dari kisah yang telah terkubur lama.
koleksi judul cerpen dari 2014
biar dikerjakan oleh para robot otomatis AI
Dari Judul Cerpen ke 43 yang terbengkalai
No comments:
Post a Comment